5/30/2009

Cerpen ke-2 U5ELIN
Februari
Jendela kamar kubuka. Aroma subuh berhamburan masuk ke dalam kostan kami yang tidak terlalu luas, namun juga tidak terlalu sempit. Seperti biasa, selesai sholat subuh kusapa dan kulantunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Meskipun tidak lama, setidaknya untuk mengawali hari dengan penuh berkah. Amin
Beberapa saat kemudian aku sudah terlena dengan buku-buku pelajaran, Hhhh....ku hembuskan nafas panjang, udara pagi memang segar, sejurus kemudian ku alihkan pandangan pada seorang gadis disebelahku. Gadis itu menutup mata, tubuhnya masih terbalut mukena, ditanganya tergenggam Mushaf. Sambil menggerak-gerakkan mulutnya, dan sesekali ia membukakan matanya. Seperti biasa selesai sholat dan tilawah, ia pasti berbaring sambil menghapalkan ayat Al-Qur’an. Emmm...tapi lihat saja beberapa menit kemudian mulutnya pasti berhenti dan ia kembali tertidur. Meskipun begitu ia senantiasa menyempatkan waktu malamnya untuk ber-Qiyamullail dan betmuhasabah. Yah..itulah dia, Adikku yang tersayang.
--------------------------
Hiruk pikuk masih terus memenuhi ruang kelas. Beberapa Mahasiswa berkelompok dan terlihat asyik berdiskusi, entah apa yang mereka bicarakan namu sesekali tawapun pecah menambah kebisingan kelas. Aku acuh, tak peduli akan sekelilingku. Beberapa temanku sibuk dengan tugasnya, mereka terlihat serius. Aku salah satunya,tuga ’sentence writing’ membuatku tak peduli pada sekeliling. Betapa tidak, Bu Nia dosen yang satu ini terkenal ’killernya’. Aku tak ingin bermasalah dengan dosen yang satu ini. Hmm.. sesaat kutermenung, ”kenapa teman-temanku begitu acuh dengan tugasnya ya?” tanyaku dalam hati. Ku hembuskan nafas panjang, pasti sebentar lagi mereka meminta hasil tugasku, sangkaku.
”Wey! Mel, serius amat?eh ntar aku lihat ya?”tiba-tiba fita mengagetkanku.
”Uhh...dasar bisanya Cuma nyontek. Sini kalau mau kerjain bareng, biar sama-sama bisa” tukasku. Temanku yang satu ini memang tidak tahu diri ya, tawaku dalam hati
”Eh, Mel! Maelin itu benar adikmu ya?” Tanya Fita balik, berusaha mengalihkan pembicaraan.
”mmm...kalau iya kenapa? Kalau gak kenapa?” tanyaku kembali, tak mau kalah
”ye..malah balik nanya, enggak Cuma penasaran aja!bener ya dia itu adikmu? Tapi kok beda banget ya?”tanya fia kembali, ia masih penasaran.
Aku berusaha tetap fokus pada tugas, meskipun kini pikiranku bercampur dengan kata-kata yang diucapkan oleh temanku.
”yah..kita memang beda. Setiap manusia kan pasti berbeda, memang kalau bersaudara harus sama? Gak rame donk!” jawabku sekenanya. Aku tidak terlalu menghiraukan pertanyaan dari fita. Bagiku pertanyaan ini sudah sekian kalinya, entahlah aku bosan mendengarnya.
”iya, dari penampilannya saja beda banget!sifatnya kalau dipikir-pikir beda jauh ya? Oya denger-denger maelin itu aktivis juga ya? Emang keliatan dia mah aktif gitu ya?” ujar fita makin menggebu.
”emang gitu, disamping aktif organisasi, akademiknya juga bagus lho! Nilainya aja paling bagus di kelasnya, padahal bisa dibilang dia itu gak pernah belajar lho!” aku ikut terpancing meskipun telingaku agak sedikit panas karena sederet kelebihan adikku yang tak kumiliki.
”oh, gitu! Lha terus kok bisa, gak belajar tapi bagus nilainya? Ditambah kegiatan organisasi. Waduh kalau fita belum tentu bisa balance kayak gitu.” tambah fita
”entahlah yang jelas dia itu suka baca buku, mungkin dari sana kali!” jawabku singkat
Sampai akhirnya Bu Nia masuk kelas, pembicaraan dengan fita terhenti, menyisakan puing-puing kecemasan dalam pikiran dan hatiku. Namun, pelajaran sentence writing berjalan mulus, tugas yang ku kerjakan disambut baik oleh Bu Nia...hmmm, kepuasan menyapaku, meskipun tak banyak, sedikitnya dapat mengurangi kecemasanku. Alhamdulillah, kubersyukur.
.................................
”eh, mba! Tau gak, minggu depan lin mau ke Solo lho! Ada seminar pemuda kebangsaan disana! Dan tau gak, pesertanya dari seluruh Indonesia lho?” ucap Maelin bangga, saat kami sedang bersantai di kamar kost kami, matanya sesaat melirik kearahku dan kemudian ia kembali menekuni buku dihadapannya.
”oh, terus?” jawabku datar, akupun masih sibuk membuka-buka kamus oxford kesayanganku.
”iya, kan keren tuh. Berangkatnya pake kereta pula, elin kan gak pernah naik kereta...hihii” ujarnya kembali dengan wajah berbunga. Lesung pipit menghiasi wajahnya, manis.
”iya-iya, sok weh!asal tonk hilap oleh-olehna otreh?” jawabku mengingatkan.
Meskipun responku tak begitu berlebihan, namun ada daja ras iri dalam hatiku, bukan iri pada kebahagiaan adik sendiri. Namun lebih pada ilmu yang ia miliki, dan apa yang dilakukanya. Bukankah kita boleh iri pada orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya. Hiburku dalam hati
..............................
Pagi ini begitu cerah. Kutatap wajah di cermin. Kami memiliki dua buah cermin yang cukup besar dalam kamar, sehingga memudahkan kami untuk menata diri masing-masing. Pagi ini aku dan adikku harus berangkat kuliah. Ku rapikan baju, celana jins dan kerudung yang kini bertengger di kepalaku.
Kulihat adikku telah mengenakan baju dan rok setelan biru dongkernya ditambah kerudung segi empat menghiasi kepalanya. Jilbabnya menjulur cukup panjang, meutupi dada dan sebagian anggota tubuhnya. Kontars! Itu kata yang tepat bagi kami. Meskipun jilbabku tidak terlalu pendek, namun dibanding dengannya, tak perlu ditanya, kami sangat berbeda. Dalam hal kebersihan dan kerapihan memang adikku kalah, bisa dibilang dalam hal ini aku orang yang protekted, kebersihan dan kerapihan selalu ku utamakan, penampilan juga selalu kuperhatikan sedangkan adikku? Duh..duh nyuci saja paling banter seminggu sekali, jarang sekali ia peduli pada penampilannya. Tak jarang alias sering kali kami bertengkar hanya gara-gara adikku yang tidak mau bersih-bersih. Malasnya itu lho...ampun deh. Yah tapi kalau dalam hal keberanian, kemandirian, dan organisasi, dia ahlinya. Begitulah kami, dua bersaudara yang hanya berbeda satu tahun dan begitu mencolok perbedaan di antara kami. Meskipun begitu, aku sangat bersyukur karena Allah menganugerahkanya padaku. Apa yang ku tak miliki ada padanya, dan apa yang tak ia miliki ada padaku. Semoga kami saling melengkapi. Amin
”wei.. Sist, ngelamun aja. Ayo jangan ngaca terus, pecah tar kacanya!” suara adikku mengagetkanku, menyadarkanku. Memang dia adik yang kurang sopan pada kakaknya ya? Gerutuku dalam hati.
”yuk ah, tar telat lagi. Eh, lin pulangnya kewarnet ya? Ambilin tugas amel?” tanyaku akhirnya.
”wuuuhhh..ambil ndiri, maelin sibuk ah!” jawabnya sambil keluar mendahuluiku.
”ihhh.....lin, amel ada kuliah sampe sore nih. Yah..please?” ujarku lagi
”boleh-boleh, asal ada ongkos jalannya ya?” jawabnya sambil menoleh kearahku
”otreh.....eh, kas bon dulu lah. Hoho...” candaku, sambil berlari kecil mendahuluinya
” weh.. hari gini kas bon? Waduh mba,,,tar bunganya nambah loh,,...” ucap elin kembali. Kamipun melangkah beriringan. Langkah kecil, namun pasti. Menyapa masa depan yang tak kami ketahui. Ketika waktu terus bergulir dan umur kami kian bertambah, masa depan kami pasti berbeda. Namun kuharap masa depannkami cerah, secerah mentari yang menyapa kami di pagi ini. Menemani langkah-langkah kami, menapaki perjalanan hidup mencari arti kehidupan yang sejati.
Wallahu’alam





INVESTASI MASA DEPAN
from:
Uli Maelin
Sang Climber,
Sang Entrepreneur,
Sang Motivator,
Sang Writer,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar