5/30/2009

cerpen maelin yg pertama

Cerpen;

Senja di Langit Biru

kring…kring..kring…

terdengar suara telepon berdering, cepat-cepat Resta manuju pusat suara. ditinggalkannya bawang merah yang sedang asyik ia iris.

“assalamu’alaikum? benar ini dengan teh resta?” suara laki-laki diseberang langsung terdengar begitu gagang telepon ia angkat.

“wa’alaikum salam!iya ini dengan Resta, maaf ini dengan siapa ya?” restapun sontak menjawab

“teteh, kumaha damang?ane Ridwan!masih ingat kan teh,Ridwan Zulkarnaen!” laki-laki itu semakin bersemangat

“bentar-bentar, Ridwan Zulkarnain, ohh kang Ridwan yang ketua bidang pendidikan di Gema dulu kan?eeehh…tumben sudah inget dengan saya?kemana saja?sekarang apa aktifitasnya?” Resta lebih bersemangat lagi, wajahnya Nampak riang

“Yuups..Na’am it’s me!hehee…iya nih the, ingin silaturrohim saja!memang sudah lama tidak pernah kontak ya?Alhamdulillah ane sekarang kerja disebuah perusahaan mobil. teteh sendiri?”suasana mulai cair

“Alhamdulillah kalau gitu mah!habis sejak keluar SMA tidak pernah kontak. saya sekarang ngajar di Tk Salman, yah sambil menyelesaikan kuliah!” resta Nampak sedikit santai, bawang yang ia pegang Nampak menari-nari mengikuti alur pisau ditangannya

“ oh, Alhamdulillah juga..oya teh resta masih kontak dengan teh alma? gimana kabar beliau ya?” suara diseberang Nampak semakin semangat

diam sejenak, resta tahu kemana arah pembicaraannya kini, dan ia paham apa sebenarnya yang ingin diketahui oleh orang yang sedang berbicara dengannya ini

“iya…kami masih kontak, kemarin saya dan teman-teman ketemu dipasar antri dan ternyata beliau sudah menikah satu tahun yang lalu. kita juga sempat kaget karena tidak pernah dikabari, bahkan sempat su’udzan ngeliat beliau jalan berdua dengan seorang ikhwan” suaranya kini mulai merendah, ia takut mengatakan sesuatu yang salah

suasana sunyi…diluar hujan masih mengguyur kota kecil, Cimahi. hanya suara rintik hujan yang masih terdengar. beberapa waktu lamanya mereka terdiam

“halo..kang ridwan masih disana? afwan masih ada kan?” akhirnya resta memulai pembicaraan kembali, nampaknya ia tidak sabar dengan suasana seperti itu. ia sebenarnya ingin tahu bagaimana reaksi dan komentar ridwan walaupun hanya sekedar ucapan turut bahagia atau apaun itu.

setelah beberapa saat tiba-tiba resta mendengar suara isak tangis, sumber suara itu ada diseberang teleponnya. makin lama makin menjadi, Nampak kepiluan yang teramat. ambil menyebut asma Allah, dan diselingi kalimat istighfar tangisan itu terus menyayat.

resta panik…..

suasana kelas Nampak begitu ramai, pukul 09.30 adalah waktunya istirahat sekolah. semua terlihat sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. semua gerobak penuh oleh murid-murid. disalah satu bangku sudut kelas, seorang murid laki-laki sedang menikmati buku yang ada dihadapannya, sambil sesekali membetulkan posisi kacamatannya yang mulai terasa tak nyaman. dunia terasa miliknya sendiri. kegaduhan kelas tidak membuatnya terganggu, bahkan ia tidak mempedulikannya.

“wooi! bro…serius amat?baca apaan sich?tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah suara. Ryan tampak dihadapanya, wajahnya tanpa dosa.

“astaghfirulloh, kemana saja? Tadi bu nia nyariin tuh! Tugas belum dikumpulin ya, maen terus sih!” meskipun terkejut ridwan tak menunjukannya, wajahnya masih datar, ketenangan masih bertengger disekelilingnya.

”waduh, aku lupa. Ibunya kemana? Kekantor ya? Ya udah, aku ke kantor dulu ya?” ryan panik sendiri, ia pun langsung nyelosor. Ridwan masih larut dalam bacaanya. Sesaat ia menatap sahabatnya pergi, nampak ryan berjalan tergesa-gesa keluar kelas, namun sebelum tubuhnya hilang dari pandangan, seorang gadis berpakaian rapih menyapanya, rambutnya terurai hingga bahu. Ryan tersenyum padanya. Gadis itu membalas senyumnya, lesung pipit bertenggerBeberapa saat mereka tampak terlibat pembicaraan serius, ridwan masih memperhatikan. Ia tak tahu apa yang mereka bicarakan, namun wajah ryan berubah seketika. Terlihat kerutan tanda kecemasan dimukanya, namun disatu sisi gadis itu nampak ketenangan yang sangat. Ridwan terus memperhatikan, hingga keduanya hilang dari pandangan. Ridwan kembali menyelami dunianya, namun otaknya masih dipenuhi oleh kejadian tadi. Astaghfirulloh apa yang hamba pikirkan? Tanyanya dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar